SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Sejumlah aktivis santri yang tergabung dalam Jaringan Organ Santri 24 atau Jaros 24 resmi dilaunching, Minggu (24/4/2022). Acara launching tersebut diawali dengan agenda talkshow politik dengan mengangkat tema Stagnasi Hasil Survei Capres Papan Atas.
Acara yang digelar di kawasan Puspiptek, Setu, Kota Tangsel tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, diantaranya Ketua Fraksi PDIP DPRD Banten Muchlis Raya, Pengamat Politik sekaligus Direktur Lembah Survei Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, dan dimoderatori Ketua Umum Jaros 24 Hasanudin.
Dalam sambutannya, Hasanuddin mengatakan Jaros 24 merupakan organ santri yang didirikan dan dipicu hasil refleksi akan pentingnya merevitalisasi semangat santri dalam memperjuangakan bangsa dan negara seperti di era sebelumnya. “Kami melihat saat ini ada kecendrungan politik yang kurang bagus bagi kelangsungan eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Santri harus mengambil peran partisipatif,” ungkap Hasanuddin.
Pada sisi corak gerakan, lanjut Hasanuddin, relawan Jaros 24, bercorak moderat wasathon. Mengusung tagline Jaringan Santri untuk Integrasi Bangsa, berusaha mengambil peran pergerakan santri moderat untuk menyeimbangkan gerakan komponen nasional bangsa yang cendrung ultra nasionalis dan gerakan komponen Islam yang terlalu kanan.
“Aliansi Jaros 24 mengarah pada terciptanya kondisi kehidupan bangsa yang seimbang demi tercapainya persatuan dan kesatuan untuk mencapai kehidupan bersama yang adil dan sejahtera. Pilihan karakter perjuangan Jaros 24 merupakan refleksi antisipasipatif atas fenomena polarisasi komponen bangsa akibat persaingan politik di Pilpres 2019 yang cendrung membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa,” imbuhnya.
Ganjar Dinilai Mampu Lampaui Elektabilitas Prabowo
Dalam talkshow politik tersebut, Direktur Lembaga Survei Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, nama Ganjar Pranowo dinilai mampu melampaui elektabilitas Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 mendatang. “Sepanjang tahun 2021 hingga Februari 2022, Prabowo Subianto selalu menjadi kandidat capres dengan perolehan elektabilitas tertinggi. Lalu Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan selalu masuk tiga besar,” ungkap Adi.
Prabowo Subianto, dikatakan Adi, menjadi ‘pemain’ lama dalam gelanggang Pilpres. Sejak 2009, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut belum pernah absen dalam pencapresan. “Sederhana saja, survei seringkali terkait popularitas. Kalau ditanya, popularitas Prabowo, 96 persen kenal Prabowo. Nyapres sejak 2009, jadi wajar elektabilitasnya tinggi. Tapi jangan lupa juga, Ganjar berpotensi melampaui Prabowo, sebab popularitasnya masih terbilang rendah masih berpotensi terus meningkat,” ujarnya.
Sedangkan terkait Anies Baswedan, dijelaskan Adi, hasil survei Gubernur DKI Jakarta tersebut cenderung stagnan di lingkaran tiga besar. “Kenapa begitu? Karena Anies tidak bisa keluar dari ceruk pemilih Islam. Bahkan jika ada sosok Gatot dan Ustad Abdul Somad, suara Anis berkurang. Nah ini berbeda dengan Ganjar, dia dikenal dan keterpilihannya tidak hanya di Jateng, tetapi juga di daerah lain, misalnya bisa dempet-dempetan ke Jatim bersaing dengan Gubernur Khofifah,” ungkap Adi.
Kemudian terkait fenomena lain yang juga mengagetkan adalah adanya stagnasi elektabilitas sejumlah kandidat Capres yang merupakan ketua umum dan elit parpol. Padahal kalau dihitung secara ikhtiar politiknya, kandidat yang bersangkutan telah ‘habi-habisan’ memasarkan dirinya di berbagai daerah di Indonesia. Sebut saja misalnya, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar dan Puan Maharani.
“Sampai saat ini, saya kira ketum partai masih yakin dan terus ikhtiar untuk mengkonversi suara partai menjadi suara ketua umum. Jadi santai saja, apalagi PDIP yang bisa mencalonkan presiden tanpa koalisi,” imbuhnya.
“Kepala Daerah jangan terlalu geer lah, dapat tepuk tangan jadi capres, punya elektabilitas tinggi. Selama bukan orang parpol, jangan geer dulu sebab belum pernah ada presiden dari non partai,” pungkasnya. (dm)