SATELITNEWS.ID, TANGERANG–PT Tangerang Nusantara Global (TNG) buka suara terkait pernyataan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang menilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) di bidang transportasi masih belum maksimal. Holding company Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini pun mengakui hal tersebut.
Kepala Unit Angkutan Perkotaan PT TNG, Asep Yuyun Mulyana mengatakan, sebenarnya Pemkot Tangerang tidak bisa mengambil keuntungan di bidang transportasi. Pasalnya, bidang transportasi merupakan bentuk pelayanan untuk masyarakat
“Kalau yang namanya angkutan umum itu mau survei ke BPTJ atau Semarang atau Solo ya semua disubsidi dan tidak menguntungkan, kalau menguntungkan itu bukan kewajiban pemerintah,” ujarnya kepada Satelit News, Kamis, (03/06).
Menurut Asep, Pemkot Tangerang wajib memberikan subsidi bagi bagi pengoperasian transportasi bilamana tidak mendapat keuntungan, hal itu kata dia merupakan amanat undang-undang tentang penyelenggaraan angkutan.
“Pada saat transportasi itu dioperasikan dan dia tidak menguntungkan maka pemerintah wajib menyubsidi karena itu amanat UU-nya seperti itu penyelenggaraan angkutan adalah kewajiban pemerintah daerah provinsi dan kota. Pada saat dia untung maka pemerintah jangan gitu, misalkan untuk ya berikan kepada swasta atau BUMD mau jadi operator juga bisa,” jelas Asep.
Diketahui, dalam pengelolaan Si Benteng dan Bus Tangerang Ayo (Tayo) PT TNG langsung yang mengelola. Namun, untuk pengoperasiannya PT TNG bekerja sama dengan perusahaan swasta.
Kata Asep, sebagai BUMD, PT TNG memang berfungsi untuk mengangka PAD Kota Tangerang. Namun pada bidang transportasi PT TNG hanya ditugaskan mengelola untuk pelayanan publik. “Betul BUMD kan benefit profit. Tapi ini kan penugasaan, sifatnya pelayanan. BUMD harus profit. Tapi ada juga kan tugas diberikan untuk pelayanan. Kita untuk pelayanan masyarakat. Dipakai atau tidak kita harus tetap melayani masyarakat,” tegasnya.
Diketahui, PAD Bus Tayo pada 2020 hanya Rp 990 Juta sementara biaya operasionalnya mencapai Rp 17 miliar. Hal ini kata Asep wajar mengingat saat ini masih pandemi Covid-19. Dimana sebagain kebijakan malah mengurangi pendapatan.
“Kalau sekarang penurunan pendapatan ya wajar karena lagi musim seperti ini (Covid 19) hanya bisa diisi 50 persen. Bukan cuma Si Tayo saja, kereta saja sekarang kosong terus, berimbaslah itu kondisinya seperti ini sangat berimbas sekali,” jelasnya.
Asep juga mengakui kalau angkot Si Benteng saat ini operasionalnya belum maksimal. Hal itu dikarenakan jumlah trayek yang masih sedikit. Hanya empat, diantaranya, Taman Cibodas – Situ Bulakan, Gandasari – Gajah Tunggal, Gajah Tunggal – Kampung Ledug dan Terminal Cimone – Pasar Lama. Saat ini ada 80 unit angkot. Sementara biaya operasionalnya mencapai Rp 10 miliar. “Dari 80 angkot, 1 trayek ada 20 angkot. Itu terlalu berdekatan. Rencananya kita mau menambahkan trayeknya,” ungkap Asep.
Asep juga memahami soal Si Benteng yang harus bersaing dengan jasa moda transportasi lainya seperti ojek dan taksi daring. Kendati demikian, hal ini kata dia bukan bicara soal bersaing namun Melani masyarakat. “Memang tidak tepat (lahir disaat yang tidak tepat) memang iya karena sudah lebih duluan ada Grab dan lain lain, betul seperti itu,” katanya.
Sementara, untuk digratiskan dan dikembalikan kepada Dinas Perhubungan (Dishub) menurut Asep sama saja akan mengeluarkan biaya operasional. Tidak bisa mencari pendapatan selain dari tarif. “Kalaupun dikelola oleh Dishub ya sama saja. Biaya operasionalnya juga harus dikeluarkan. Sama saja malahan kalay di Dishub tidak bisa mencari pendapatan lain selain tarif. Kalau di TNG ada peluang itu walaupun belum signifikan, tapi ada,” katanya.
“Kalau mau digratiskan ya itu jangan minta pendapatan kan. Kalau digratiskan tapi minta pendapatan ya repot. Sekarang kan titik persoalannya gimana, solusinya gimana harusnya seperti itu,” pungkasnya. (irfan/made)
Diskusi tentang ini post