SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Itulah pribahasa yang cocok menggambarkan sosok Ketua DPRD Kota Tangerang yang satu ini, Gatot Wibowo. Bermula dari sekadar mengantarkan orangtuanya ke acara partai, siapa sangka ia justru sukses menjadi politisi.
Gatot berhasil menjadi wakil rakyat di Kota Tangerang. Bukan sekadar anggota biasa, melainkan menduduki posisi nomor satu di kursi parlemen Kota Akhalqul Karimah periode 2019-2024 menggantikan rekan satu partainya.
Kepada Satelit News, beberapa waktu lalu, secara santai dan gaya khas bahasa anak muda, pria berkacamata ini menceritakan awal mula bisa terjun di partai politik bergabung dengan PDI Perjuangan. “Pas awal-awal tamat SMA tahun 1998 sering nganterin bokap rapat partai kemana-mana,” ujar Gatot memulai kisahnya.
Kerap kali diminta mengantar sang ayah, pada tahun 1999 setengah dipaksa ia diminta bergabung ke PDI Perjuangan. “Kalau bahasa saya mah waktu itu dijorokin masuk partai,” terangnya.
Gatot mengungkapkan, dirinya memang lahir dari keluarga aktifis. Mulai dari kakek hingga ayahnya aktif di PDI. “Kakek saya orang PNI tulen, demikian juga ayah saya adalah Ketua Pemuda Marhaen dan GSNI (Gerakan Siswa Nasional Indonesia) sejak masih SPG (Sekolah Pendidikan Guru) di Boyolali,” ujarnya. Sehingga sebetulnya tak mengherankan bila dirinya juga diminta meneruskan jejak keluarga.
Karena itu, menurut Gatot, apa yang diraihnya saat ini merupakan buah karma baik yang dilakukan keluarganya terdahulu. “Apalagi saat itu, keluarga dari ibu adalah kepala desa yang notabene dari partai penguasa. Tapi syukur alhamdullilah reformasi datang pada 98, dan keluarga meski pun berasal dari partai berbeda tetapi membantu saya secara pribadi,” ucapnya.
Ia menyatakan, setelah bergabung dengan PDI Perjuangan pada usia 19 tahun dirinya ditunjuk sebagai wakil ketua ranting tingkat desa di Panunggangan. Kemudian posisinya di partai makin naik seiring tahun dan dipercaya sebagai wakil bendahara PAC kecamatan pada 2001. “Tahun 2006 menjadi sekretaris PAC, dan 2010 dipercaya ke DPC,” ucapnya.
Soal pencalonannya sebagai wakil rakyat, Gatot mengaku sebetulnya dirinya coba-coba sejak 2004 lalu. Namun kala itu, dia dianggap terlalu muda sehingga meski sudah mengirimkan berkas, namun dinyatakan tidak lolos sebagai caleg. ‘Keberuntungan’ kemudian baru berpihak pada dirinya kala menjadi caleg pada tahun 2009 lalu. Saat itu, ia terpilih sebagai anggota DPRD Kota Tangerang periode 2009-2014 untuk pertama kalinya.
“Dan kebetulan yang terpilih waktu itu tidak ada pengurus, hanya ada saya yang sebagai sekretaris PAC, sebetulnya ada satu lagi atas nama Dasiman, tapi dia justru tersandung problem. Padahal PDI Perjuangan sendiri waktu itu secara konstitusi mendapat jatah duduk sebagai pimpinan tepatnya wakil ketua, maka kemudian saya ditunjuk karena pengurus,” jelasnya. Sukses duduk di kursi parlemen, Gatot kemudian dipercaya sebagai Sekretaris DPC PDI Perjuangan pada 2010.
Selesai menjadi anggota DPRD Kota Tangerang, dia kembali mencalonkan diri sebagai wakil rakyat pada pemilu periode berikutnya pada 2014. Namun kali ini ia diminta naik kelas menjadi caleg tingkat Provinsi Banten. Sayangnya saat itu dia tidak berhasil. Meski begitu, di partai, Gatot mencoba mencalokan diri sebagai ketua DPC. “Tapi sama DPP malah ditugaskan sebagai sekretaris,” ucapnya.
Dua tahun berlalu, terjadi reposisi di tubuh partainya. Ketua DPC diganti oleh Plh beberapa saat. Namun usai masa Plh berakhir, ia pun kembali membulatkan kembali niatnya mencalokan diri sebagai ketua DPC. “Saat itu ada tiga nama yang dikirim ke DPP untuk dijadikan calon ketua. Saya yang akhirnya dipanggil oleh DPP,” ucapnya.
Menjabat sebagai ketua DPC, partainya kembali menjadi pemenang di Kota Tangerang sehingga otomatis dia ditunjuk sebagai ketua DPRD Kota Tangerang oleh partainya.
Sejak Kecil Terbiasa Hidup Sederhana
MENJADI pejabat dengan penghasilan tinggi identik bergaya hidup mewah. Namun tidak demikian halnya dengan Gatot Wibowo. Meski punya kedudukan bergengsi, ia mengaku tidak mau hura-hura.
“Ya, saya kebetulan datang dari keluarga dengan strata sosial biasa, jadi sehari-hari memang begini adanya,” terangnya. Gatot menjelaskan, sebagai manusia biasa, dirinya sebetulnya ingin tampil lebih baik lagi. Namun lagi-lagi dirinya harus realistis. “Apa yang mau ditampilin?” jelasnya.
Gatot menceritakan, saat lulus SMA, ayahnya menawarinya untuk bekerja di pabrik. Kebetulan saat itu ayahnya mendapat kuota dua orang untuk bekerja di pabrik Surya Toto. “Kakak saya ambil (kerja di pabrik), saya tidak mau. Saya pengen ngerasain nganggur. Terus sama orang tua saya dites. Sehari saya dijatah Rp 1.000,” ujarnya.
Akhirnya di tahun 1999, Gatot melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. “Tapi sama orang tua harus nyari uang jajan sendiri. Makanya saya kuliah sambil dagang nasi goreng di depan rumah sini. Siang saya kuliah, malam jualan nasi goreng,” tukanya.
Selama dua tahun, Gatot merasakan banting tulang mencari uang dengan cara berjualan nasi goreng. “Jadi kalau hidup sederhana memang ini kebiasaan dari kecil. Jadi memang kita sadar, kita berangkat dari kelas strata sosial biasa, buat apa berubah jadi hedon. Bukan tidak pengen lebih, semua manusia pasti pengen lebih. Tapi bagi saya, ya biasa saja, santai,” ulasnya.
Apalagi, kata Gatot, kalau filosofi ayahnya sangat Soekarno sejati. “Jadi sekarang saya sudah membuktikan, betul kata Bung Karno. Kita gantungkan cita-cita kita setinggi langit, kalaupun jatuh kita jatuh di antara bintang-bintang. Jadi ini juga bisa menjadi inspirasi ke yang lain, bahwa hari ini demokrasi di Indonesia cukup terbuka, tidak mengenal kasta. Bahwa kita rakyat biasa juga boleh mimpi, persoalan nasib, siapa tahu nasib seseorang,” bebernya.
Gatot mengaku dahulu dirinya sempat mendapatankan ujian hidup dengan diberi kenikmatan sebagai wakil ketua DPRD Kota Tangerang. Namun semuanya kembali menukik tajam pada tahun 2014 lalu usai gagal bertanding di pemilu 2014 lalu. “Saat langsung jatuh seperti menukik, terjun bebas,” ucapnya.
Kini ia pun kembali diuji dengan kenikmatan yang lebih besar dengan dipercaya sebagai ketua DPRD Kota Tangerang periode 2019-2024. “Mudah-mudahan yang ini (kenikmatannya) macet ya, jadi nikmat terus, ha..ha..,” pungkasnya berseloroh.
Dikenal Dekat dengan Ulama
KETUA DPRD Kota Tangerang Gatot Wibowo dikenal sebagai salah satu pejabat publik yang sangat dekat dengan kalangan ulama. Bagi politisi PDI Perjuangan ini, ulama merupakan tokoh yang harus dihormati dan ditakzimi.
“Karena saya sadar hidup saya belum baik, banyak kekurangan. Kalau saya doa mungkin masih nyangkut di internit, tapi kalau para ulama yang doa mungkin sudah melewati genteng dan tembus ke langit, karena tingkat kesolehan orang kan berbeda,” kata Gatot.
Selain itu, Gatot juga menyadari bahwa sebagai manusia nafsu dunianya masih tinggi. “Tapi kalau para ulama sudah bisa mengurangi nafsu dunianya. Dan tentunya kita sebagai anak muda apalagi tokoh publik, harus hormat sama para ulama, karena memang kita juga diajarkan, baik dalam sejarah bahwa bangsa ini bisa eksis dan bisa merdeka karena bersatunya rakyat dengan ulama,” jelasnya.
Gatot menerangkan, dalam sejarah, peran ulama tidak bisa dilepaskan dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. “Kalau kita lihat sejarah ketika terjadi agresi militer Belanda kedua, Bung Karno saat itu sowan ke KH Hasyim Asyari, terkait keadaan bangsa. Dan Alhamdulillah pada waktu itu Bung Karno dengan para ulama sangat dekat, kemudian lahir resolusi jihad. Jadi tentunya antara ulama dan umara harus sinergi, karena merekalah salah satu yang menjaga stabilitas sosial di tengah masyarakat,” tukasnya.
Selain menyempatkan diri untuk sowan ke sejumlah ulama, kedekatan Gatot Wibowo dengan para ulama juga dibuktikan dengan intensnya kegiatan keagamaan baik yang dilakukan di lingkup DPRD Kota Tangerang maupun di PDI Perjuangan. “Kita ada kegiatan istighosah yang rutin dilakukan,” tandasnya. (made/dm)
Diskusi tentang ini post